PT MTAS merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan dan pengembangan perkebunan kelapa sawit, berlokasi di Lubuk Linggau, Sumatera. Pada Tahun Pajak 2018, DJP melakukan koreksi penyesuaian fiskal positif sebesar Rp3.000.000.000,-.
Koreksi fiskal yang dilakukan oleh DJP berfokus pada biaya jasa manajemen yang dibayarkan oleh PT MTAS kepada pihak afiliasinya, PT TBU. Menurut DJP, tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa jasa benar-benar dilaksanakan serta tidak mencerminkan penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU).
DJP menegaskan bahwa dalam transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, pembebanan biaya hanya dapat diakui apabila jasa tersebut benar-benar telah diberikan (intra-group service has been rendered) serta memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi penerima jasa, dengan imbalan yang dibayarkan sebanding dengan nilai jasa yang diterima.
Dalam proses pemeriksaannya, DJP menilai bahwa dokumen yang disampaikan oleh PT MTAS belum memadai untuk membuktikan adanya pelaksanaan jasa manajemen dari PT TBU. Menurut DJP, tidak ada request for service atau bentuk permintaan jasa yang lazim dijumpai dalam transaksi normal antar pihak independen. Selain itu, tidak terdapat dokumen yang menjelaskan secara terperinci dari hasil kegiatan jasa yang diklaim telah dilakukan.
Adapun bukti korespondensi yang disampaikan PT MTAS hanya berupa email dari staf PT TBU, seperti email Bapak RDM tertanggal 7 September 2018, hanya berisi pemberitahuan rencana kunjungan (site visit) untuk audit internal. Selain itu, terdapat Surat Tugas atas nama Bapak IBK (staf PT TBU) sebagai Kepala Tata Usaha pada PT MTAS, yang disebut bagian dari asistensi manajemen di bidang administrasi, keuangan, dan perpajakan.
Selain itu, terdapat bukti tiket pesawat dibayarkan PT MTAS atas nama Bapak SNO. Berdasarkan Formulir 1721-I pada SPT Masa PPh Pasal 21, Bapak SNO merupakan pegawai tetap PT MTAS, sehingga gaji dan biaya perjalanan dinasnya sudah sepenuhnya ditanggung oleh PT MTAS. Namun, DJP temukan pembayaran PT MTAS ke PT TBU atas management fee untuk jasa yang dilakukan oleh orang yang sama. Keadaan ini menimbulkan duplikasi biaya yang jelas-jelas tidak wajar, sehingga DJP menilai pembayaran tersebut tidak mencerminkan praktik bisnis normal antara pihak independen.
DJP menilai kegiatan ini bersifat administratif dan tidak substansial untuk membuktikan adanya jasa manajemen yang nyata. DJP menilai bahwa kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan aktivitas yang ditujukan untuk kepentingan pemegang saham atau pihak lain dalam kelompok usaha Wajib Pajak (shareholder activity), seperti kontrol internal grup dan koordinasi antar entitas perusahaan, bukan untuk meningkatkan operasi, efisiensi, atau profit PT MTAS sebagai penerima jasa.
Sementara itu, PT MTAS menolak koreksi yang dilakukan DJP dan menegaskan bahwa pembayaran kepada PT TBU merupakan biaya untuk jasa manajemen yang benar-benar dilaksanakan, yang mencakup konsultasi dan asistensi di berbagai bidang, termasuk akuntansi dan perpajakan, legal, keuangan, business development, dan quality assurance, yang mendukung kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. PT TBU juga melakukan kunjungan, pengendalian internal, serta koordinasi melalui telepon dan media komunikasi lainnya. Jasa tersebut memberikan manfaat nyata bagi perusahaan, antara lain berupa arahan pekerjaan di lapangan, pengelolaan keuangan, dan pemeliharaan hubungan bisnis dengan pihak ketiga, termasuk proyek dari PT PPA.
PT MTAS juga menekankan bahwa seluruh transaksi dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama yang sah secara hukum dan didukung oleh dokumen pendukung yang lengkap, antara lain invoice, bukti transfer, surat tugas, serta korespondensi melalui email yang menggambarkan pelaksanaan jasa secara nyata. Dengan demikian, PT MTAS berpendapat bahwa biaya jasa manajemen dimaksud telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU).
Setelah menelaah bukti dan fakta persidangan, Majelis menilai bahwa pokok sengketa terletak pada eksistensi jasa manajemen antara PT MTAS dan PT TBU, apakah benar jasa tersebut dilakukan untuk kepentingan usaha PT MTAS atau hanya berkaitan dengan kepentingan pemegang saham saja.
Majelis mencatat bahwa memang dalam perjanjian manajemen mengatur berbagai ruang lingkup jasa, termasuk perencanaan kerja, dukungan SDM, keuangan, dan kepatuhan hukum. Namun bukti pelaksanaan jasa yang diajukan tidak cukup membuktikan bahwa kegiatan tersebut benar-benar dilakukan oleh PT TBU.
Selain itu, bukti perjalanan atas nama Bapak SNO tidak menjelaskan aktivitas yang terkait dengan pelaksanaan jasa manajemen, sementara yang bersangkutan adalah pegawai tetap PT MTAS sendiri. Lebih lanjut, Surat Penugasan Pegawai atas nama Bapak IBK juga bersifat umum dan tidak ada kaitan langsung dengan perjanjian manajemen, melainkan lebih kepada pengembangan karier pegawai.
Terkait dengan adanya pembayaran jasa manajemen atas jasa asistensi keuangan, Majelis menekankan bahwa PT TBU merupakan pemegang saham tidak langsung dengan kepemilikan 88,20%. Oleh karena itu, penunjukkan Bapak ADR BJM selaku direktur utama PT TBU sebagai salah satu authorized signed tahun 2018 rekening PT MTAS bukan merupakan bentuk pemberian jasa manajemen yang memberi manfaat ekonomi nyata bagi PT MTAS namun sebagai bentuk fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pemegang saham.
Berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, Majelis menyimpulkan bahwa PT MTAS tidak berhasil membuktikan eksistensi jasa manajemen yang nyata. Dengan demikian, Majelis meyakini koreksi DJP atas koreksi positif penyesuaian fiskal positif berupa koreksi jasa manajemen telah sesuai dengan bukti, sehingga koreksi DJP sebesar Rp 3.000.000.000,- tetap dipertahankan.
Putusan ini menegaskan pentingnya prinsip substansi ekonomi dalam pembebanan biaya kepada pihak afiliasi. Sekalipun terdapat perjanjian, dan pembayaran yang sah secara formal, Majelis hanya akan mengakui biaya tersebut bila terdapat bukti konkret pelaksanaan jasa dan manfaat langsung bagi kegiatan usaha. Bagi Wajib Pajak, kasus ini menjadi pengingat bahwa dokumentasi jasa manajemen harus memuat uraian kegiatan, laporan hasil kerja, dasar penghitungan biaya, dan bukti manfaat operasional agar dapat diakui.
Analisa komprehensif dan putusan lengkap atas sengketa ini tersedia di sini